Porsea, Tepi Danau Toba Tanpa Pemandangan Danau
Kalau berbicara mengenai Porsea, saya pasti teringat akan tiga hal. Pertama, Porseni, Pekan Olah Raga dan Seni. Hehehe. Walaupun nggak nyambung, namun kedua kata ini entah kenapa kayak bersaudara. Yang kedua, waktu dahulu bekerja sebagai sales alat komputer, saya pernah mendapat pesanan dari Kota Porsea. Saya sampai buka peta untuk mencari-cari, dimanakah Porsea berada. Setelah tahu dimana Porsea berada, saya baru menghitung ongkos pengiriman per kilo dan ternyata pembelinya tidak jadi membeli lantaran ongkos kirimnya kemahalan. Sebagai gambaran saja, apabila sekilo paket harganya Rp 40,000, maka satu box CPU rata-rata bisa mencapai 10 Kg lengkap dengan kardusnya. Bisa dihitung donk berapa harga pengirimannya? Yang terakhir, ada satu Toko Porsea Indah (kalau nggak salah ya) di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang menjual aneka macam makanan dan minuman ringan secara grosir. Bukan tanpa alasan donk toko tersebut dinamakan Porsea Indah? Pemiliknya pasti berasal dari Porsea (maksa, apalagi nggak pakai validasi terlebih dahulu).
Akhirnya, di satu sore yang super cerah dari Sibolga ke Siantar, saya melewati kota ini. Kota Porsea dari Tarutung berada persis setelah Balige, Laguboti, dan Sigumpar. Bentuknya, walaupun tidak se'kota' Balige, namun Porsea adalah kota yang maju dan ramai. Hal ini terlihat dari ramainya toko-toko dan pasar yang saya lalui di jalan raya utama Parapat - Balige. Toko-toko tersebut menjual berbagai produk makanan, minuman, aneka jasa, apotik, elektronik, bank, hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Harusnya, apa yang dicari bisa diketemukan dengan mudah di Porsea ya. Toko-toko tersebut, masih bernuansa Sumatera, lengkap dengan pintu kayu yang memang menjadi ciri khas rumah di wilayah Sumatera. Harusnya sich, karena terletak di tepian Danau Toba, Porsea seharusnya sejuuk atau bahkan dingin pada malam hari ya. Namun, karena saya lewat kota tersebut pada siang hari, maka nggak kerasa hawa dinginnya sama sekali.
Di luar dari areal pasar, Porsea nampaknya masih memiliki bentangan lahan yang cukup luas berupa sawah dan diselingi beberapa unit makam khas Batak yang megah dan dekoratif. Mungkin karena sebagian besar terletak di dataran tinggi, maka wilayah Porsea cukup datar dan tidak memiliki kontur naik turun (oleh karena itu cocok digunakan sebagai areal persawahan yang luas). Wajah Porsea bisa dilihat di blog ini. Harap sabar untuk yang melewati pasar ya. Ramainya angkutan umum seringkali membuat lambat perjalanan walaupun kemacetannya sama sekali bukan apa-apa apabila dibandingkan dengan Jakarta. Jalan raya utama kota ini adalah jalan negara yang menghubungkan Medan hingga Sibolga, maka nggak heran pusat keramaian kota ini juga terletak di jalur utama ini. Pada situasi lancar, Porsea bisa habis ditempuh dalam kurun waktu 30 menit saja.
Akhirnya, di satu sore yang super cerah dari Sibolga ke Siantar, saya melewati kota ini. Kota Porsea dari Tarutung berada persis setelah Balige, Laguboti, dan Sigumpar. Bentuknya, walaupun tidak se'kota' Balige, namun Porsea adalah kota yang maju dan ramai. Hal ini terlihat dari ramainya toko-toko dan pasar yang saya lalui di jalan raya utama Parapat - Balige. Toko-toko tersebut menjual berbagai produk makanan, minuman, aneka jasa, apotik, elektronik, bank, hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Harusnya, apa yang dicari bisa diketemukan dengan mudah di Porsea ya. Toko-toko tersebut, masih bernuansa Sumatera, lengkap dengan pintu kayu yang memang menjadi ciri khas rumah di wilayah Sumatera. Harusnya sich, karena terletak di tepian Danau Toba, Porsea seharusnya sejuuk atau bahkan dingin pada malam hari ya. Namun, karena saya lewat kota tersebut pada siang hari, maka nggak kerasa hawa dinginnya sama sekali.
0 Response to "Porsea, Tepi Danau Toba Tanpa Pemandangan Danau"
Posting Komentar